Sunday 28 February 2016

Tutorial Menggambar Mata Realis oleh Neha Sharma

aku menemukan lagi tutorial menggambar mata realis. Tutorial ini dibuat oleh Neha Sharma dari India, dan ini adalah tutorial pertamanya. Langkah-langkah menggambarnya cukup mudah dimengerti dan dipelajari. Yuk langsung saja kita simak. Klik gambar untuk memperbesar..
Drawing Eyes Tutorial by Neha Sharma.
Terimakasih. Semoga membantu..
Wassalamualaikum..
 

cara membuat gambar hidung

Assalamuallaikum. Sobat, bagi bang manager menggambar hidung adalah bagian tersulit dalam menggambar realis. Namun, setelah melihat teknik ini, aku mulai merasa menggambar hidung ternyata tidak sesulit itu. Klik gambar untuk memperbesar ya..


sumber by http://www.dhcindo.xyz/2015/07/tutorial-realis-cara-menggambar-hidung.html

Wednesday 24 February 2016

Naga Raksasa Di Langit Bengkulu


 Naga Raksasa Di Langit Bengkulu
Sebuah Pertanda Yang Misterius
Naga 1
Gambar 1 (Kepala Naga)

Gambar 2 (Badan dan Kepala Naga)
Gambar 2 (Badan dan Kepala Naga) dalam proses perwujudan
Gambar 3 (ekor naga)
Gambar 3 (ekor naga)
  

Bengkulu, 15 April 2007

Hari kedua saat kami singgah di rumah seorang kawan seperjuangan sewaktu mahasiswa dulu, di Kota Bengkulu yang saat itu terasa panas dan pengap. Tetapi kami merasakan ada something it’s wrong, panas yang betul-betul aneh dan sangat ganjil. Seperti hawa panasnya bumi jika akan terjadi gempa. Radiasi panas yang menyembur dari dalam bumi dibarengi getaran energi bumi yang terasa menekan di dalam dada. Waktu itu kami merasakan semua tanda-tanda. Gejala alam yang hampir sama sebulan menjelang gempa dahsat di Yogyakarta dan sekitarnya. Duh Gusti, jika Engkau izinkan pasti kami  dapat menangkap bahasaMu. Apa gerangan petunjukMu dan tanda-tanda yang dapat kami baca sebagai bahasaMu, melalui bahasa alam…Gusti ingkang Maha Agung. Waktu menunjukkan pukul 10.00 wib hari menjelang siang.

Hanya berselang kurang dari satu jam kami berdoa dalam hati. Perasaanku seolah berkata, keluarlah menuju belakang rumah, pandangilah langit. Perhatikan apa yang akan terjadi. Ku ikuti kata nurani. Benar saja, kami menyaksikan obyek yang letaknya tidak jauh dari tempat kami memandang langit, tampak awan putih tipis yang bergerak cepat. Hanya dalam waktu 5 menit saja terbentuklah konfigurasi awan yang membentuk mirip ular naga raksasa. Putih mulus, tetapi tampak bergerak seperti gelombang punggung ular yang sedang berjalan.

Hanya dalam waktu 5 menit pula, kemudian awan putih itu berubah wujud semakin nyata bahkan keluar sinar berkilau dibagian kepala, mungkin itu isyarat mata. Badan ular berkelok dan berlekuk (seperti luk keris) jumlahnya hingga tujuh lekukan. Memanjang kebelakang kira-kira sepanjang 1 kilometer, dan di ujung ekornya menyala lagi seperti lidah api. Sayang sekali, sepanjang badannya tidak begitu jelas karena sudut pandangnya terpotong-potong pepohonan durian di pinggir hutan. Fenomena itu tampak terkesan begitu rendah kira-kira tingginya kurang dari 200 meter DPL, seolah-olah dapat kami gapai dengan lambaian tangan saja. Saking rendahnya, hingga membuat fokus pandangan kami tidak bisa lepas, terhalang oleh banyak pohon besar.

Serta-merta kawan saya Mas Bimo Nugroho, berlari masuk ke dalam mengambil kamera. Hanya dalam beberapa menit saja, ekor yang tadinya menjulang vertikal ke angkasa, berubah menjadi horisontal (seperti dalam gambar 3). Sewaktu diambil gambar, penampilan fenomena itu sudah tidak seindah sebelumnya. Anehnya tidak semua orang dapat melihat, padahal gambaran itu sungguh besar bagai raksasa naga dan wujudnya jelas sekali. Kami bersukur karena kamera kami masih bisa  menangkap fenomena tersebut sekalipun tidak optimal.


Sasmita Gaib
Menjelang fenomena itu surut perlahan, kami baru ingat kiranya perlu untuk mencari tahu apa gerangan arti semua bahasa alam ini. Kami masuk kamar, konsentrasi mohon petunjuk Tuhan (nayuh) kira-kira kejadian itu pertanda apa. Seketika itu kami rasakan energi sangat besar menerpa kami, besar sekali seperti energi bumi pada saat 1 jam sebelum gempa bumi Yogya terjadi. Kami hampir lari keluar kamar karena masih trauma dengan gempa Jogja 27 Mei tahun 2006 lalu. Karena energinya mencirikan kekuatan bumi seperti gejala 1 jam menjelang gempa Jogja dulu. Belum sempat beranjak dari duduk bersila, keburu telinga kami mendengar suara, dalam bahasa Jawa kuno campur Indonesia. Singkatnya, gambaran itu merupakan proyeksi dari kekuatan metafisika sebuah pusaka sejenis keris yang bernama…..(telinga kami kurang jelas menangkap). Sebagai pertanda atau peringatan agar supaya orang-orang lebih hati-hati, eling dan waspada. Jika berdoa yang dimohon kepada Gusti Yang Mahawisesa hanya satu ”nyuwun slamet” (mohon keselamatan), “kata suara itu. Karena di mana-mana masih akan terjadi gempa lebih besar, terutama di wilayah ini dan sekitarnya, hingga akhir 2009. Wabah aneh dan segala bentuk musibah masih akan terus terjadi, sebagai wujud bebendu (hukuman) Tuhan, karena manusia sudah membuat kerusakan alam, tidak menghargai lagi para leluhur dan perintis bangsa ini, dan tidak pandai bersukur. Lalu disambung masih dengan “suara tanpa rupa” dalam bahasa Jawa,“…Wolak-waliking jaman, sing ngelmune mung sak dumuk lan cubluk,  gawene umuk bebener keminter, lan seneng miala, aniaya lan ngluputake liyan. Manungsa lagake wus keminter, najan mangkono ora ngerti apa kang ana sajroning samudra ?  Artinya; “Zaman serba terbalik, orang yang ilmunya hanya sebatas kulit dan sangat bodoh, (cirinya) gemar pamer kebenaran dan merasa paling pandai, suka menyakiti, menganiaya, dan menyalahkan orang lain. Manusia sudah berlagak pandai, sementara apa yang ada di dalam laut saja tidak diketahuinya”..??

Setelah kejadian itu lalu kami keluar kamar, seolah tidak terjadi apa-apa. Kami takut juga untuk menceritakan kepada teman-teman di Bengkulu, karena saya bisa dianggap penyebar fitnah, provokator, atau penghasut yang membuat resah masyarakat. Kami hanya berdoa, ya Tuhan, kami mohon jika memang bencana-demi bencana sudah merupakan keharusan garis takdirMu, kami mohon agar supaya masyarakat di sini (Bengkulu) tetap dijaga, diberi keselamatan dan kesejahteraan lahir batin. Dan ada apa gerangan bahaya dari dalam bumi, atau dari dalam laut ? Sebuah teka-teki yg membutuhkan tindak lanjut untuk menjawabnya.

Pengertian Sukma

Sejenak kita akan membahas (lagi) ilmu tentang jiwa, tetapi mungkin para pembaca yang budiman masih bertanya tanya apa perbedaan antara jiwa, jasad, dan sukma. Sebelum saya menjabarkan ketiganya, kiranya perlu saya tampilkan beberapa cuplikan pemahaman orang lain tentang jiwa sebagai upaya mencari komparasi dan menambah khasanah ilmu kejiwaan.
KERANCUAN MEMAKNAI JIWA, SUKMA, NYAWA, PSIKHIS
JIWA, di dalam Oxford Dictionary tertulis soul (roh), mind dan spirit. Sementara dalam bahasa Indonesia cukup dengan padanan yaitu jiwa. Yunani Psychê yang berarti jiwa dan logos yang berarti nalar, logika atau ilmu. Tubuh adalah bagian yang fenomenal, dapat ditangkap oleh pancaindera dan bersifat fana sedangkan jiwa menurut Plato (500 SM) merupakan bagian yang memiliki substansi tersendiri (terpisah dari jasad) dan bersifat abadi. Plato berargumen, bahwa jiwa menempati tempat yang lebih tinggi daripada tubuh, lebih jauh ia mengatakan bahwa tubuh adalah kubur bagi jiwa karena tubuh menghambat kebebasan jiwa. Bagi seorang murid Plato, yakni Aristoteles (400 SM), semua yang hidup mempunyai jiwa seperti tumbuh-tumbuhan, hewan dan tentu saja manusia. Bagi Plato jika seseorang mati, maka jiwanya akan tetap ada dan kembali kedunia Idea di mana di sana terdapat segala hal yang ideal (sempurna) untuk kemudian jiwa akan mereinkarnasi diri dan menubuh kembali pada saatnya. Di sisi lain Aristoteles muridnya, memiliki pandangan berbeda, ia tidak setuju keduaan ala gurunya. Bagi Aristoteles tubuh dan jiwa itu bukan keduaan melainkan kesatuan. Olehkarenanya jika seseorang mati, maka konsekuensinya jiwapun turut mati bersama tubuh. Mana yang benar, Plato atau Aristoteles ? Saya kira kedua-duanya konsep Plato dan Aristoteles tetap  mengandung kelemahan-kelemahan. Bahkan jika ditelaah lebih dalam, banyak ilmuwan kesulitan memetakan letak di mana jiwa (nafs, hawa, nafas, soul), roh (spirit) dan raga (body). Hal ini bukan berarti para filsuf pendahulu kita gegabah dalam memaknai tentang jiwa. Dapat dimaklumi sebab mempelajari tentang seluk beluk kejiwaan kita, musti menggunakan jiwa kita sendiri. Golek latu adadamar, atau mencari bara api dengan menggunakan obor sebagai penerang jalan. Sangatlah bisa dimaklumi sebab pembahasan jiwa sudah bersinggungan dengan ranah gaib yang tak tampak oleh mata wadag. Hanya saja, untuk melengkapi pembahasan terdahulu dalam posting  MENGENALI JATI DIRI kiranya perlu dilakukan komparasi terhadap khasanah ilmu jiwa yang telah disampaikan oleh para pendahulu kita agar jiwa kita menjadi jiwa yang betul-betul merdeka. Merdeka lahir dan merdeka batin.
JIWA MENURUT KI AGENG SURYO MENTARAM
Sejenak para pembaca yang budiman saya ajak mampir ke padepokan seorang filsuf Jawa dan kondang sebagai seorang yang linuwih dan sakti mandraguna. Beliau adalah Ki Ageng Suryo Mentaram (kebetulan dulu tinggalnya di belakang rumah kami). Ki Ageng Suryo Mentaram membahas ilmu jiwa yang dikemukakan seorang filsuf Jawa sekaligus penghayat kejawen yang pada waktu hidupnya beliau terkenal sebagai seseorang yang memiliki ilmu linuwih dan sakti mandraguna.Baca selanjutnya !
Ilmu jiwa sebagaimana diungkapkan Ki Ageng Suryo Mentaram dikenal dengan dua macam jiwa. Yakni jiwa KRAMADANGSA, dan jiwa BUKAN KRAMADANGSA. Apa yang disinyalir sebagai jiwa kramadangsa adalah jiwa yang tidak abadi disebut pula sebagai rasa “Aku Kramadangsa”. Aku kramadangsa termasuk di dalamnya adalah “rasa nama” atau ke-aku-an, misalnya aku bernama Siti Ba’ilah. Aku adalah seorang musafir, aku seorang satrio piningit, aku adalah seorang kaya raya. Ki Ageng Suryo Mentaram mensinyalir adanya “rasa jiwa” yang bersifat abadi. Dimaknai sebagai Aku bukan kramadangsa. Menurut Ki Ageng Suryo Mentaram, rasa aku kramadangsa adalah ke-aku-an (naari atau “unsur api”) yakni aku yang masih terlena, terlelap dalam berbagai rasa aku yang terdapat di dalam lautan kramadangsa. Sebaliknya aku bukan kramadangsa adalah aku yang telah otonom yang sudah memiliki KESADARAN memilih mana yang BENAR dan mana yang SALAH sehingga ia dapat dinamai “Aku kang jumeneng pribadi”.
Menurut Ki Ageng Suryomentaram alat manusia untuk mendapatkan pengetahuan terdiri dari tiga bagian yakni pancaindera, rasa hati dan pengertian. Pertama, pancaindera, seperti yang telah kita ketahui yaitu alat penglihatan (mata), alat pendengaran (telinga), alat penciuman (hidung), alat pencecap (lidah) dan alat peraba (kulit, misalnya: jari- jari tangan merasa panas kena api, kulit merasa gatal terkena bulu ulat, dll). Kedua, rasa hati, adalah suatu kesadaran diri tentang keberadaan aku di mana aku dapat merasa senang, susah dan lain-lain. Ketiga, adalah pengertian, kegunaan pengertian dapat menentukan tentang hal-hal yang berasal dari pancaindera dan juga dari rasa hati. Pengertian di sebut pula sebagai persepsi, yang pada gilirannya akan menentukan mind-set atau pola pikir. Dengan demikian alat pengertian ini dapat dikatakan sebagai alat yang tertinggi tingkatan otonominya bagi manusia karena ia sudah melampaui pengetahuan yang didapat dari alat pertama dan kedua. Ia sudah merupakan suatu refleksi kritis, kontemplasi, endapan yang didapat dengan cara menyeleksi hal-hal yang tidak diperlukan kemudian hanya memilih yang berguna atau bermanfaat saja. Sedangkan alat di luar ketiga tersebut tak diketahui karena di dalamnya terdapat banyak hal yang masih mysteré sulit terjangkau oleh kemampuan alat manusia.
JIWA YANG MERDEKA (KAREPING RAHSA)
Seperti yang telah saya kemukakan dan jabarkan dalam posting terdahulu tentang MENGENALI JATI DIRI. Jiwa adalah nafas, nafs, hawa atau nafsu. Jiwa yang telah merdeka barangkali  artinya sepadan dengan apa yang dimaksud jiwa yang mutmainah (an-nafsul mutmainah). Rasanya sepadan dengan apa yang dimaksud dalam konsep Ki Ageng Suryo Mentaram sebagai aku bukan kramadangsa. Aku bukan kramadangsa selanjutnya saya lebih suka menyebutnya sebagai JIWA yang NURUTI KAREPING RAHSA, lebih mudah dipahami bila saya analogikan sebagai  JIWA yang TUNDUK KEPADA SUKMA SEJATI. Sebaliknya apa yang disebut sebagai jiwa  kramadangsa, aku kramadangsa, tidak lain adalah jiwa yang NURUTI RAHSANING KAREP. Lebih tegas lagi saya sebut sebagai JIWA yang DITAKLUKKAN OLEH JASAD.
Barangkali perlu dipahami bahwa jiwa kramadangsa (rasa nama) kesadarannya lebih dari jiwa yang berhasil diidentifikasi oleh Aristoteles sebagai jiwa yang ikut mati. Saya kira Aristoteles hanya menangkap jiwa-jiwa sebagaimana jiwa binatang dan tumbuhan yang ikut mati. Dan Sementara itu jiwa kramadangsa di sini adalah jiwa dengan kesadaran rendah, yang dimiliki manusia. Jiwa kramadangsa hanya terdiri dari kumpulan seluruh catatatan di dalam memori jasad manusia yang berisi semua tentang dirinya dan semua yang pernah dialaminya. Tidak seluruh memori itu bersifat abadi karena banyak catatan-catatan in memorial dapat terlupakan bahkan lenyap bersama jasad yang mati. Berbeda dengan “aku bukan kramadangsa”, berarti yang dimaksudkan adalah “aku yang dapat mengatasi kramadangsa” karena itu “aku” adalah aku yang dapat mengatur dengan baik kramadangsa-ku.
JIWA, ROH, JASAD
Tulisan saya di sini mencoba untuk membantu menjabarkan apa sejatinya di antara ke tiga unsur inti manusia yakni jiwa, roh dan jasad. Tentu kami yang miskin referensi buku hanya bisa menyampaikan berdasarkan pengalaman pribadi sebagai data mentah untuk kemudian saya rangkum kembali dalam bentuk kesimpulan sejauh yang bisa diketahui. Pengalaman demi pengalaman batin, memang bersifat subyektif, artinya tak mudah dibuktikann secara obyektif oleh banyak orang, namun saya yakin banyak di antara para pembaca pernah merasakan, paling tidak dapat meraba apa sesungguhnya hubungan di antara jiwa, roh, dan jasad. Walaupun jiwa dan roh berkaitan dengan gaib, namun bukankah entitas gaib itu berada dalam diri kita. Diri yang terdiri dari unsur gaib dan unsur wadag (fisik), tak ada alasan bagi siapapun untuk tidak bisa merasakan dan menyaksikan “obyektivitas” kegaiban. Mencegah diri kita dari unsur dan wahana yang gaib sama saja artinya kita mengalienasi (mengasingkan) dan membatasi diri kita dari “diri sejati” yang sungguh dekat dan melekat di dalam badan raga kita.
Sukma-Raga
Hubungan antara roh/sukma dengan raga bagaikan rangkaian perangkat internet. Sukma atau roh dapat diumpamakan IP atau internet protocol, yang mengirimkan fakta-fakta dan data-data “gaib” dalam bentuk “bahasa mesin” yang akan diterima oleh perangkat keras atau hardware.  Adapun hardware di sini berupa otak (brain) kanan dan otak kiri manusia. Sedangkan tubuh manusia secara keseluruhan dapat diumpamakan sebagai seperangkat alat elektronik bernama PC atau personal komputer, note book, laptop dst yang terdiri dari rangkaian beberapa hardware. Hardware otak tak akan bisa beroperasional dengan sendirinya menerima fakta dan data gaib yang dikirim oleh sukma. Hardware otak terlebih dulu harus diisi (instalation) dengan perangkat lunak atau sofware berupa “program” yang bernama spiritual mind atau pemikiran tentang ketuhanan, atau pemikiran tentang yang gaib.
Sukma-Jiwa
Namun demikian, hardware otak tidak akan mampu memahami fakta-fakta gaib tanpa adanya jembatan penghubung bernama jiwa. Jiwa merupakan jembatan penghubung antara sukma dengan raga. Aktivitas sukma antara lain mengirimkan bahasa universal kepada raga. Bahasa universal tersebut dapat berupa sinyal-sinyal gaib, pralampita, perlambang, simbol-simbol, dalam hal ini saya umpamakan layaknya bahasa mesin, di mana jiwa harus menterjemahkannya ke dalam berbagai bahasa verbal agar mudah dimengerti oleh otak manusia. Tugas jiwa tak ubahnya modem untuk menterjemahkan “bahasa mesin” atau bahasa universal yang dimiliki oleh sukma menjadi bahasa verbal manusia.
Namun demikian, masing-masing jiwa memiliki kemampuan berbeda-beda dalam menterjemahkan bahasa universal atau sinyal yang dikirim oleh sukma kepada raga,   tergantung program atau perangkat lunak (software) jenis apa yang diinstal di dalamnya. Misalnya kita memiliki program canggih bernama Java script, yang bisa merubah bahasa mesin ke dalam bentuk huruf latin atau bahasa verbal, dan bisa dibaca oleh mata wadag.
Jiwa-Raga
Setelah jiwa berhasil menterjemahkan “bahasa mesin”, atau bahasa universal sukma ke dalam bahasa verbal, selanjutnya menjadi tugas otak bagian kanan manusia untuk mengolah dan menilainya melalui spiritual mind atau pemikiran spiritual. Semakin besar kapasitas random acces memory (RAM) yang dimiliki otak bagian kanan, seseorang akan lebih mampu memahami “kabar dari langit” yang dibawa oleh sukma, dan diterjemahkan oleh jiwa. Itulah alasan perlunya kita meng upgrade kapasitas “RAM” otak bagian kanan kita agar supaya lebih mudah memahami fakta gaib secara logic. Sebab sejauh yang bisa saya saksikan, kenyataan gaib itu tak ada yang tidak masuk akal. Jika dirasakan ada yang tak masuk akal, letak “kesalahan”  bukan pada kenyataan gaibnya, tetapi karena otak kita belum cukup menerima informasi dan “data-data gaib”. Dimensi gaib memiliki rumus-rumus, dan hukum yang jauh lebih luas daan rumit daripada rumus-rumus yang ada di dalam dimensi wadag bumi. Contoh yang paling mudah, misalnya segala sesuatu yang ada di dalam dimensi wadag bumi, mengalami rumus atau prinsip terjadi kerusakan (mercapadha). Merca berarti panas atau rusak, padha adalah papan atau tempat. Mercapadha adalah tempat di mana segala sesuatunya pasti akan mengalami kerusakan. Sementara itu di dalam dimensi gaib, rumus kerusakan tak berlaku. Sehingga disebutnya sebagai dimensi keabadian, atau alam kehidupan sejati, alam kelanggengan, papan kang langgeng tan owah gingsir. Sekalipun organ tubuh manusia, apabila dibawa ke dalam dimensi kelanggengan, pastilah tak akan rusak atau busuk sebagaimana pernah saya ungkapkan dalam kisah terdahulu, silahkan para pembaca yang budiman membuka posting berjudul KUNCI MERUBAH KODRAT. Sebaliknya, sukma yang hadir ke dalam dimensi bumi, pastilah terkena rumus atau prinsip mercapadha, yakni mengalami rasa cape, sakit, rasa lapar, ingin menikmati makanan dan minuman yang ia sukai sewaktu tinggal di dimensi bumi bersama raga. Hanya saja, sukmanya merupakan unsur gaib, maka tak akan terkena rumus atau prinsip mengalami kematian sebagaimana raga.
RUMUS-RUMUS KEHIDUPAN WADAG DAN GAIB
Jiwa yang terlahir ke dalam jasad manusia merupakan software yang merdeka dan bebas menentukan pilihan. Apakah akan menjadi jiwa yang mempunyai prinsip keseimbangan, yakni seimbang berdiri di antara sukma dan raga, menjadi pribadi yang seimbang lahir dan batinnya. Ataukah akan menjadi jiwa yang berat sebelah, yakni tunduk kepada sukma, ataukah jiwa yang menghamba kepada raga saja. Untuk menjadi pribadi yang dapat meraih keseimbangan lahir dan batin, jiwanya  harus memperhatikan dan menghayati apa saran sang sukma (nuruti kareping rahsa). Tak perlu meragukan kemampuan sang sukma sebab ia tak akan salah jalan dalam menuntun seseorang menggapai keseimbangan lahir dan batin. Pribadi yang seimbang lahir dan batinnya akan mudah menggapai kemuliaan hidup di dunia dan kehidupan sejati setelah raganya ajal. Sementara itu bagi jiwa yang mau diperbudak oleh raga berarti menjadi pribadi yang hidup dalam penguasaan lymbic section, atau insting dasar hewani, selalu mengumbar hawa nafsu (nuruti rahsaning karep). Tentu saja kehidupannya akan jauh dari kemuliaan sejak hidup di mercapadha maupun kelak dalam kehidupan sejati.
Sebaliknya, bagi jiwa yang terlalu condong kepada sukma, ia akan menjadi pribadi yang fatalis, tak ada lagi kemauan, inisiatif, dan semangat menjalani kehidupan di dimensi wadag planet bumi ini. Seseorang akan terjebak ke dalam pola hidup yang mengabaikan kehidupan duniawi. Hal ini sangatlah timpang, sebab kehidupan duniawi ini akan sangat menentukan bagimana kehidupan kita kelak di alam keabadian. Apakah seseorang akan menggapai kemuliaan bahkan kemuliaan Hidup di dunia merupakan bekal di akhirat. Sebagaimana para murid Syeh Siti Jenar yang gagal dalam memahami apa yang diajarkan oleh gurunya. Para murid menyangka kehidupan di planet bumi ini tak ada gunanya, bagaikan mayat bergentayangan penuh dosa. Kehidupan dunia bagaikan penghalang dan penjara bagi roh menuju ke alam keabadian. Jalan satu-satunya melepaskan diri dari penjara kehidupan dunia ini adalah jalan kematian. Sehingga banyak di antara muridnya melakukan tindakan keonaran agar supaya menemui kematian.
NYAWA, KEMATIAN, DAN MERAGA SUKMA
Banyak orang, melalui berbagai referensi, menganggap nyawa sama dengan jiwa. Bahkan dipahami secara rancu dengan menyamakannya dengan roh atau sukma. Nyawa, jiwa, roh, sukma, diartikan sama. Tetapi manakala kita menyaksikan peristiwa meraga sukma, perjalanan astral, lantas timbul tanda tanya besar. Bukankah saat terjadi peristiwa kematian, sukma seseorang keluar dari jasadnya ?! Kenapa orang yang meraga sukma tidak mengalami kematian ?! Sejak lama saya bertanya-tanya dalam hati saya sendiri. Apa gerangan yang terjadi dan bagimana duduk persoalannya. Bagaimanakah sebenarnya rumus-rumus tuhan yang berlaku di dalamnya ?
Butuh waktu puluhan tahun hingga saya menemukan jawaban logis, paling tidak nalar saya bisa menerimanya. Nyawa ibarat “lem perekat” yang menghubungkan antara sukma dengan raga manusia. Pada peristiwa kematian seseorang, nyawa sebagai lem perekat tidak lagi berfungsi alias lenyap. Jika lem perekatnya sudah tak berfungsi lagi maka lepaslah sukma dari jasad.  Lain halnya dengan meraga sukma, lem perekat masih berfungsi dengan baik, sehingga kemanapun sukma berkelana, jasadnya yang ditinggalkan tidak akan mati. Hanya saja lem perekat bernama nyawa ini sistem bekerjanya berbeda dengan lem perekat pada umunya yang benar-benar menyambung merekatkan antara dua benda padat. Nyawa merekatkan antara jasad dan sukma  secara fleksibel, bagaikan dua peralatan yang dihubungkan oleh teknologi nir kabel. Namun demikian nyawa tentu saja jauh lebih canggih ketimbang teknologi bluetooth yang bisa menghubungkan dua peralatan dalam jarak dekat maupun jauh. Dalam khasanah spiritual Jawa, para leluhur di zaman dulu menemukan adanya keterkaitan masing-masing unsur gaib dan wadag manusia. Raga supaya hidup harus dihidupkan oleh sukma,  sukma diikat oleh rasa. Ikatan rasa akan pudar dan lama-kelamaan akan habis apabila rasa tidak kuat lagi menahan penderitaan dan trauma yang dialami oleh raga. Bila seseorang tak kuat lagi menahan rasa sakit, kesadaran jasadnya akan hilang atau mengalami pingsan, dan bahkan kesadaran jasadnya akan sirna samasekali alias mengalami kematian. Di sini peristiwa kematian adalah padamnya  “alat nirkabel” atau semacam “bluetooth” bikinan tuhan sehingga terputuslah hubungan antara jasad dan sukma. Lain halnya dengan aksi meraga sukma, sejauh manapun sukma berkelana ia tetap terhubung dengan raga melalui “teknologi” bluetooth bikinan tuhan bernama nyawa.

Warna Aura Manusia

Warna aura seseorang dapat berubah-ubah karena pada dasarnya warna aura yang dipancarkan merupakan refleksi atau gambaran dari keadaan fisik serta kejiwaan seseorang saat itu . Misalnya warna aura seseorang yang sedang stress akan berbeda dengan warna aura orang yang sehat rohani. Begitu pula dengan orang yang sakit, auranya juga berbeda dengan orang yang sehat. Lalu bagaimana dengan aura orang yang habis putus cintanya ? Tentunya akan berbeda dengan orang yang sedang kasmaran. Begitupun seterusnya.
Perlu diingat pula bahwa pergantian warna aura juga dipengaruhi oleh kedewasaan seseorang. Seseorang yang dewasa warna auranya akan cenderung memutih. Ini menunjukkan kebiksanaan dan kerohaniaannya yang semakin meningkat. Terus, kira-kira Apakah ada orang yang memiliki aura yang cenderung permanen atau tetap ?
Rasanya, tidak ada orang yang auranya akan sama terus setiap saat. Sebab,  seperti diketahui bahwa aura selalu berubah saat kondisi fisik atau kejiwaan seseorang selalu berubah-ubah. Tapi, mungkin ada orang yang perubahan warna auranya tidak terlalu drastis, hanya sedikit memutih. Orang-orang yang seperti ini adalah orang yang selalu menjaga kesehatan jiwa dan raganya serta dengan pertumbuhan usia yang semakin dewasa akan memutihkan auranya. Namun, ada satu hal yang penting, seperti yang kita ketahui bersama, manusia adalah makhluk sosial. Setiap manusia pasti ingin bersosialisasi dengan lingkungannya. Nah, yang menjadi permasalahan adalah bagaimana lingkungan tersebut ? Apakah lingkungan itu baik ? atau lingkungan yang buruk ? Hal ini juga akan mempengaruhi perubahan warna aura yang dipancarkan seseorang. Yang buruk bisa menjadi baik dan juga sebaliknya yang baik juga bisa jadi buruk. Semua tergantung dengan lingkungannya.
Walaupun warna aura dapat berubah, tapi pada hakikatnya seseorang memiliki satu warna permanen. Warna ini bisa menjelaskan atau menggambarkan banyak hal tentang diri seseorang tersebut. Seperti menggambarkan sikap, keyakinan, kekuatan, kelemahan dan perjuangan seseorang itu. Untuk mengetahui Jenis-Jenis Warna Aura dan bagaimana sifat yang direfleksikannya, berikut ini penulis akan menjelaskannya satu per satu :

1. Merah

Sifat : Semangat, Kepemimpinan, daya saing, aktifitas fisik.
Penjelasan : Merah mencerminkan semangat yang tinggi. Orang yang memliki aura warna merah memiliki sifat giat, dinamis, dan kompetitif. Ia selalu ingin menjadi juara, selalu mempunyai inovasi-inovasi yang cemerlang. Orang dengan aura merah memiliki jiwa pemimpin yang kuat, dia tidak mau untuk berada di bawah orang lain. Warna merah terang berarti seseorang yang menyukai kehidupan, sedangkan warna merah gelap berarti dengan kemarahan dan dendam.

2. Jingga

Sifat : Optimis, Harmoni, Percaya diri, Emosi.
Penjelasan : Warna jingga ini mencerminkan kehangatan dan energy. Orang dengan aura berwarna jingga cerah adalah orang yang sangat positif dan percaya diri. Hidupnya tentram, aman, damai, ia pintar dalam menyikapi dan belajar dari suatu permasalahan. Ia sangat luwes karena memiliki kehangatan dan antusiasme untuk menunjukkan yang tebaik. Warna jingga yang kuat menunjukkan kegalakkan, egoistis. Jingga kusam dan kotor dimiliki orang pemarah atau orang yang mudah tersinggung.

3. Hijau

Sifat : cinta, damai, harmoni, penyembuh
Penjelasan : Orang yang memiliki warna aura dominan hijau adalah orang yang penuh dengan kasih sayang. Dia selalu menciptakan keharmonisan disetiap lingkungannya. Dia juga orang yang sangat menyenangkan. Secara naluri orang dengan aura hijau lebih suka berhubungan dengan alam agar tetap sehat. Ia memiiki ketertarikan akan hewan dan mampu untuk memahaminya, Ia juga memiliki kemampuan untuk mengobati secara naluri. Hijau Kuat berarti Keras Kepala, dan sulit berubah. Hijau Kotor menunjukkan pencemburu dan possesif.

4. Kuning

Sifat : Kemampuan mental, kreativitas, komunikasi.
Penjelasan : Warna Aura kuning terang, berhubungan dengan ide dan komunikasi. Orang yang memiliki warna aura ini, lebih suka untuk bergaul dan menceritakan ide-ide yang dimilikinya kepada orang lain. Orang dengan aura warna kuning tidak bisa hidup sendiri, mereka harus memiliki teman untuk mendengarkan ide-ide dari dirinya. Warna kuning kuat menunjukkan orang yang sangat senang menyampaikan pendapat dan meyakini bahwa ia selalu benar. Warna kuning gelap menunjukkan seseorang yang tidak selalu jujur.

5. Merah Jambu

Sifat : Cinta, Kebaikan Hati, Spiritualis
Penjelasan : Seseorang yang memiliki aura merah muda secara naluriah dia adalah orang yang baik hati, suka menolong, dan penuh kasih saying. Mereka sangat mencintai binatang dan anak-anak. Orang dengan aura merah jambu adalah orang yang sangat cinta damai. Namun, ia harus bisa mengendalikan dirinya agar tidak mudah untuk dimanfaatkan oleh orang lain. Hal ini biasanya terjadi pada aura merah Jambu pucat, bersih. Warna merah muda yang kuat menunjukkan mudah untuk terbawa perasaan atau biasa disebut dengan sentimental.

6. Biru

Sifat : pengertian,idealis,penyembuh,pengetahuan spiritual
Penjelasan : Apabila seseorang memiliki aura dengan warna Biru, itu menunjukkan bahwa orang tersebut adalah orang yang sangat idealis dan memiliki keyakinan yang sangat kuat tentang sebuah kebenaran. Ia selalu melakukan yang terbaik untuk mendapatkan apa yang dia anggap benar. Ia juga seorang pencari pengetahuan spiritual. Ia bisa melakukan beberapa bentuk penyembuhan. Apabila berwarna biru pekat itu berarti jalan yang dianggap benar telah ditemukan. Namun apabila warna birunya kotor menunjukkan seseorang yang konservatif dan takut akan perubahan.

7. Ungu

Sifat : humanis, cinta, suportif, kemampuan psikis.
Penjelasan : Orang ya ng memiliki aura ungu adalah orang yang spiritualis. Mereka juga mempunyai kemampuan psikis yang alami. Ia adalah orang yang sangat humanis dan peduli akan nasib orang lain. Warna ungu cerah menunjukkan kemampuan psikis yang kuat, sedangkan ungu yang lebih pusat menunjukkan seseorang yang intuitif.

8. Putih

Sifat : spiritualis, hubungan dengan tuhan
Penjelasan : jarang sekali orang yang memiliki warna aura putih. Jika menemukannya anda harus memastikannya bahwa itu benar-benar putih tidak warna abu-abu pucat atau bayangan yang bersih dari warna lain. Orang beraura putih memiliki hubungan yang dekat dengan tuhan. Ia sangt Humanis, kadang-kadang justru terlalu baik karena ia lebih peduli pada orang lain dari pada dirinya sendiri. Warna Putih kotor menunjukkan seseorang yang menemukan bahwa menjalin hubungan dengan orang lain itu sulit. Warna putih yang sangat pucat menggambarkan seseorang yang tinggal di dunianya sendiri dan terpisah dari kenyataan fisik di sekitarnya.

9. Emas

Sifat : spiritualis, pengetahuan tinggi, visioner
Penjelasan : Orang dengan aura emas juga jarang ditemukan. Seseorang dengan aura emas memiliki potensi besar dan kemampuan untuk mempengaruhi sekitarnya. Ia juga memiliki indera yang kuat terhadap hal-hal spiritual dan juga sangat visioner. Jika seseorang memiliki aura emas yang kotor, hal itu menunjukkan sifat matrealistis dan hasrat berkuasa.

10. Perak

Sifat : mimpi, potensi, idealis
Penjelasan : Aura perak juga sangat jarang ditemukan. Orang yang memiliki aura warna perak memiliki potensi yang besar. Aura perak mempunyai pemikiran yang kreatif. Dia dapat mewujudkan semua potensinya menjadi kenyataan daripada membiarkannya sebagai mimpi indah. Aura perak yang kotor dalam aura menunjukkan seseorang yang senang membuat sensasi.

11. Abu-Abu

Sifat : kamuflase, sederhana
Penjelasan : Orang dengan warna aura Abu-Abu lebih suka tampak sederhana. Ia mudah untuk beradaptasi pada semua lingkungan dan mudah untuk berkompromi. Ia sangat baik sehingga sangat sulit untuk menolak gagasan orang lain. Namun ketika anda melihat warna aura abu-abu anda harus memastikan bahwa warna abu-abu yang timbul bukan atas permasalan fisik, misalnya sakit. Jika anda melihat aura abu-abu kotor, orang tersebut mungkin menyesali masa lalunya.

12. Cokelat

Sifat : kepenuhan, hubungan dengan alam, kepraktisan
Penjelasan : Orang dengan warna coklat mempunyai sikap yang praktis dan sifat yang sederhana. Ia memiliki hubungan yang erat dengan alam. Ia berani berkorban untuk melindungi lingkungan disekitarnya. Orang dengan aura coklat sangat cocok bekerja di luar rumah. Aura coklat kemerahan menunjukkan seseorang yang suka merawat orang lain. Namun apabila Auranya berwarna coklat keruh pemiliknya adalah seorang yang matrealistis.

13. Hitam

Sifat : Tertutup, sakit
Penjelasan : Banyak opini yang menyebutkan jika aura berwarna hitam adalah aura yang menakutkan, entah disebabkan karena adanya sikap jahat atau suatu penyakit yang parah. Namun, ada juga opini yang menyebutkan bahwa orang yang memiliki aura hitam berarti ia sedang mengalami perlindungan dari pengaruh luar. Oleh karena itu anda perlu menanyakan dulu kepada orang terseut, apakah diperbolehkan atau tidak anda membaca auranya. Karena dia akan menolak semua pengaruh dari anda. Selain hal tersebut aura hitam menandai adanya suatu penyakit dalam fisik seseorang. Jika pada bagian tertentu dalam tubuh berwarna aura hitam pekat maka semakin parah penyakit yang dideritanya.

Indigo

Anak indigo atau anak nila (bahasa Inggris: Indigo children) adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan anak yang diyakini memiliki kemampuan atau sifat yang spesial, tidak biasa, dan bahkan supranatural. Konsep ini merupakan ilmu semu[1] yang didasarkan pada gagasan Zaman Baru pada tahun 1970-an. Konsep ini mulai terkenal setelah diterbitkannya beberapa buku pada akhir tahun 1990-an dan dirilisnya beberapa film satu dasawarsa kemudian. Interpretasi mengenai indigo ada bermacam-macam: dari yang meyakini bahwa mereka adalah tahap evolusi manusia selanjutnya (yang bahkan mempunyai kemampuan paranormal seperti telepati) hingga yang menyebut anak indigo sebagai orang yang lebih empatik dan kreatif.
Meskipun tidak ada satu bukti penelitian pun yang membuktikan keberadaan anak indigo atau sifat mereka, fenomena ini menarik perhatian orang tua yang anaknya didiagnosis mengalami kesulitan belajar atau yang ingin anaknya spesial. Kaum skeptik memandangnya sebagai cara orang tua menghindari penanganan pediatrik atau diagnosis psikiatrik yang tepat. Daftar sifat yang dimiliki anak indigo juga dikritik karena terlalu umum sehingga dapat diterapkan untuk hampir semua orang (efek Forer). Fenomena indigo dituduh pula sebagai alat untuk menambang uang dari orang tua yang mudah ditipu.

Asal usul

Konsep anak indigo pertama kali dikemukakan oleh cenayang Nancy Ann Tappe pada tahun 1970-an. Pada tahun 1982, Tappe menerbitkan buku Understanding Your Life Through Color (Memahami Hidup Anda Melalui Warna)[2] yang menjelaskan bahwa semenjak pertengahan tahun 1960-an, ia mulai menyadari bahwa ada banyak anak yang lahir dengan aura "indigo"[3][4] (dalam publikasi lain Tappe juga mengatakan bahwa warna indigo atau nila berasal dari "warna kehidupan" anak yang ia dapatkan melalui sinestesia[5]). Gagasan ini kemudian dipopulerkan oleh buku yang berjudul The Indigo Children: The New Kids Have Arrived (Anak Indigo: Anak-anak Baru Telah Tiba) pada tahun 1998. Buku ini ditulis oleh Lee Carroll dan Jan Tober.[6]
Pada tahun 2002, konferensi internasional untuk anak indigo yang dihadiri oleh kurang lebih 600 orang diadakan di Hawaii. Konferensi pada tahun-tahun berikutnya diadakan di Florida dan Oregon. Beberapa film bertajuk indigo juga telah dibuat, seperti Indigo pada tahun 2003[7] yang disutradarai oleh James Twyman.[8] Film mengenai indigo juga dirilis di Rusia pada tahun 2008.[9]
Dalam sebuah artikel di Nova Religio pada tahun 2009, Sarah W. Whedon pada tahun 2009 mengusulkan bahwa konstruksi sosial anak indigo merupakan tanggapan terhadap "krisis anak-anak Amerika" yang tampak dalam bentuk peningkatan kekerasan anak-anak dan diagnosis attention deficit disorder dan attention deficit hyperactivity disorder (ADHD). Whedon meyakini bahwa orang tua melabeli anak mereka sebagai "indigo" sebagai penjelasan alternatif bagi ADD dan ADHD anak mereka.[3]

Karakteristik

Beberapa ciri anak indigo adalah:
  • Empatik, penuh rasa ingin tahu, berkeinginan kuat, independen, dan sering dianggap aneh oleh teman dan keluarga
  • Mengenal dirinya dan memiliki tujuan yang jelas
  • Memiliki spiritualitas di bawah sadar yang kuat semenjak kecil
  • Meyakini bahwa dirinya layak untuk berada di dunia.
Beberapa ciri lain adalah:[4][6]
  • Memiliki IQ yang tinggi, mempunyai kemampuan intuitif, dan
  • Sering menolak mengikuti aturan atau petunjuk.
Menurut Tober dan Carroll, anak indigo mungkin tidak memiliki performa yang baik di sekolah karena menolak mengikuti aturan, lebih pintar (atau lebih matang secara spiritual) dari guru mereka, dan kurang tanggap terhadap disiplin yang didasarkan pada rasa bersalah, takut atau manipulasi.[8]

Hubungan dengan attention-deficit hyperactivity disorder

Banyak anak yang dilabeli indigo didiagnosis mengidap attention-deficit hyperactivity disorder (ADHD),[10] dan buku Tober dan Carroll yang berjudul The Indigo Children sendiri menghubungkan konsep indigo dengan diagnosis ADHD.[6] Robert Todd Carroll menyatakan bahwa pelabelan anak-anak sebagai indigo merupakan alternatif dari diagnosis yang seolah menunjukkan ketidaksempurnaan, kecacatan atau penyakit kejiwaan.[10][11] Setelah menghubungkan konsep anak indigo dengan ketakutan terhadap penggunaan Ritalin untuk mengontrol ADHD, Carroll berpendapat bahwa ketakutan akan penggunaan Ritalin telah memperkeruh suasana, dan berdasarkan pilihan yang ada, tentu adalah sesuatu yang masuk akal apabila orang tua lebih memilih meyakini bahwa anak mereka itu spesial dan terpilih untuk misi yang penting daripada menerima kenyataan bahwa anak mereka mengidap penyakit kejiwaan.[11]
Stephen Hinshaw, profesor psikologi di Universitas California, Berkeley, menyatakan bahwa ketakutan akan kelebihan pengobatan terhadap anak itu masuk akal, namun anak berbakat yang didiagnosis ADHD dapat belajar lebih baik dengan lebih banyak struktur, bahkan jika struktur tersebut awalnya mengakibatkan kesulitan. Banyak anak yang dilabeli inidgo telah dimasukkan ke sekolah rumah.[4]

Kritik

Menurut psikolog Russell Barkley, pergerakan Zaman Baru belum menghasilkan satu bukti pun mengenai keberadaan anak indigo, dan 17 sifat yang dikaitkan dengan anak indigo itu merupakan efek Forer (atau dalam kata lain, terlalu umum sehingga dapat dikaitkan dengan hampir semua orang). Konsep indigo dikritik terdiri dari sifat-sifat yang terlalu umum, dan juga dianggap sebagai diagnosis palsu yang sama sekali tidak didukung oleh sains.[4][10] Kurangnya dasar ilmiah untuk konsep indigo diakui oleh beberapa tokoh pendukung indigo seperti Doreen Virtue, pengarang buku The Care and Feeding of Indigos, dan James Twyman, orang yang membuat dua film mengenai indigo.[8]
Ahli kesehatan kejiwaan juga khawatir karena pelabelan indigo dapat menghambat diagnosis dan penanganan yang tepat yang dapat membantu sang anak.[4][8] Ahli lain juga menyatakan bahwa sifat-sifat anak indigo dapat diinterpretasikan sebagai pembangkangan dan kewaspadaan belaka.[10]
Nick Colangelo, profesor di Universitas Iowa, menyatakan bahwa buku indigo pertama seharusnya tidak diterbitkan, dan bahwa "...pergerakan anak indigo itu bukan mengenai anak-anak, dan juga bukan mengenai warna indigo, tapi mengenai orang dewasa yang menyebut diri mereka sebagai ahli dan mengeruk uang dari buku, presentasi dan video."[8]

Komersialisasi

Di artikelnya yang berjudul "Indigo: The Color of Money" (Indigo: Warna Uang), Lorie Anderson menuduh bahwa Twyman dan organisasinya adalah "penipu Zaman Baru yang mencari keuntungan." Menurutnya, kepercayaan akan anak indigo dapat menghasilkan banyak uang dari penjualan buku, video, sesi bimbingan untuk anak-anak, serta sumbangan.[12] Saat ini ada berbagai macam buku, film, kemah musim panas, dan konferensi yang ditargetkan untuk orang tua yang meyakini bahwa anak mereka adalah seorang indigo.

sumber by : https://id.wikipedia.org/wiki/Anak_Indigo

Kelam

sebuah ungkapan yang tak bias terelakan jika kau menemukan sesuatu yang tak sepantas nya dalam hidupmu.
kau hanya berusaha merubah segalanya, namun itu telah menjadi sebuah takdir yang tak akan pernah dapat kau ubah dalam segala bentuk usaha apapun.
iri dengan apa yang di lakukan dengan teman mu. kau hanya bisa mengrutu di dalam hati dan memasang tampang sinis kepada apa yang iya dapatkan.
semoga kau tau apa yang terjadi