Wednesday, 24 February 2016

Naga Raksasa Di Langit Bengkulu


 Naga Raksasa Di Langit Bengkulu
Sebuah Pertanda Yang Misterius
Naga 1
Gambar 1 (Kepala Naga)

Gambar 2 (Badan dan Kepala Naga)
Gambar 2 (Badan dan Kepala Naga) dalam proses perwujudan
Gambar 3 (ekor naga)
Gambar 3 (ekor naga)
  

Bengkulu, 15 April 2007

Hari kedua saat kami singgah di rumah seorang kawan seperjuangan sewaktu mahasiswa dulu, di Kota Bengkulu yang saat itu terasa panas dan pengap. Tetapi kami merasakan ada something it’s wrong, panas yang betul-betul aneh dan sangat ganjil. Seperti hawa panasnya bumi jika akan terjadi gempa. Radiasi panas yang menyembur dari dalam bumi dibarengi getaran energi bumi yang terasa menekan di dalam dada. Waktu itu kami merasakan semua tanda-tanda. Gejala alam yang hampir sama sebulan menjelang gempa dahsat di Yogyakarta dan sekitarnya. Duh Gusti, jika Engkau izinkan pasti kami  dapat menangkap bahasaMu. Apa gerangan petunjukMu dan tanda-tanda yang dapat kami baca sebagai bahasaMu, melalui bahasa alam…Gusti ingkang Maha Agung. Waktu menunjukkan pukul 10.00 wib hari menjelang siang.

Hanya berselang kurang dari satu jam kami berdoa dalam hati. Perasaanku seolah berkata, keluarlah menuju belakang rumah, pandangilah langit. Perhatikan apa yang akan terjadi. Ku ikuti kata nurani. Benar saja, kami menyaksikan obyek yang letaknya tidak jauh dari tempat kami memandang langit, tampak awan putih tipis yang bergerak cepat. Hanya dalam waktu 5 menit saja terbentuklah konfigurasi awan yang membentuk mirip ular naga raksasa. Putih mulus, tetapi tampak bergerak seperti gelombang punggung ular yang sedang berjalan.

Hanya dalam waktu 5 menit pula, kemudian awan putih itu berubah wujud semakin nyata bahkan keluar sinar berkilau dibagian kepala, mungkin itu isyarat mata. Badan ular berkelok dan berlekuk (seperti luk keris) jumlahnya hingga tujuh lekukan. Memanjang kebelakang kira-kira sepanjang 1 kilometer, dan di ujung ekornya menyala lagi seperti lidah api. Sayang sekali, sepanjang badannya tidak begitu jelas karena sudut pandangnya terpotong-potong pepohonan durian di pinggir hutan. Fenomena itu tampak terkesan begitu rendah kira-kira tingginya kurang dari 200 meter DPL, seolah-olah dapat kami gapai dengan lambaian tangan saja. Saking rendahnya, hingga membuat fokus pandangan kami tidak bisa lepas, terhalang oleh banyak pohon besar.

Serta-merta kawan saya Mas Bimo Nugroho, berlari masuk ke dalam mengambil kamera. Hanya dalam beberapa menit saja, ekor yang tadinya menjulang vertikal ke angkasa, berubah menjadi horisontal (seperti dalam gambar 3). Sewaktu diambil gambar, penampilan fenomena itu sudah tidak seindah sebelumnya. Anehnya tidak semua orang dapat melihat, padahal gambaran itu sungguh besar bagai raksasa naga dan wujudnya jelas sekali. Kami bersukur karena kamera kami masih bisa  menangkap fenomena tersebut sekalipun tidak optimal.


Sasmita Gaib
Menjelang fenomena itu surut perlahan, kami baru ingat kiranya perlu untuk mencari tahu apa gerangan arti semua bahasa alam ini. Kami masuk kamar, konsentrasi mohon petunjuk Tuhan (nayuh) kira-kira kejadian itu pertanda apa. Seketika itu kami rasakan energi sangat besar menerpa kami, besar sekali seperti energi bumi pada saat 1 jam sebelum gempa bumi Yogya terjadi. Kami hampir lari keluar kamar karena masih trauma dengan gempa Jogja 27 Mei tahun 2006 lalu. Karena energinya mencirikan kekuatan bumi seperti gejala 1 jam menjelang gempa Jogja dulu. Belum sempat beranjak dari duduk bersila, keburu telinga kami mendengar suara, dalam bahasa Jawa kuno campur Indonesia. Singkatnya, gambaran itu merupakan proyeksi dari kekuatan metafisika sebuah pusaka sejenis keris yang bernama…..(telinga kami kurang jelas menangkap). Sebagai pertanda atau peringatan agar supaya orang-orang lebih hati-hati, eling dan waspada. Jika berdoa yang dimohon kepada Gusti Yang Mahawisesa hanya satu ”nyuwun slamet” (mohon keselamatan), “kata suara itu. Karena di mana-mana masih akan terjadi gempa lebih besar, terutama di wilayah ini dan sekitarnya, hingga akhir 2009. Wabah aneh dan segala bentuk musibah masih akan terus terjadi, sebagai wujud bebendu (hukuman) Tuhan, karena manusia sudah membuat kerusakan alam, tidak menghargai lagi para leluhur dan perintis bangsa ini, dan tidak pandai bersukur. Lalu disambung masih dengan “suara tanpa rupa” dalam bahasa Jawa,“…Wolak-waliking jaman, sing ngelmune mung sak dumuk lan cubluk,  gawene umuk bebener keminter, lan seneng miala, aniaya lan ngluputake liyan. Manungsa lagake wus keminter, najan mangkono ora ngerti apa kang ana sajroning samudra ?  Artinya; “Zaman serba terbalik, orang yang ilmunya hanya sebatas kulit dan sangat bodoh, (cirinya) gemar pamer kebenaran dan merasa paling pandai, suka menyakiti, menganiaya, dan menyalahkan orang lain. Manusia sudah berlagak pandai, sementara apa yang ada di dalam laut saja tidak diketahuinya”..??

Setelah kejadian itu lalu kami keluar kamar, seolah tidak terjadi apa-apa. Kami takut juga untuk menceritakan kepada teman-teman di Bengkulu, karena saya bisa dianggap penyebar fitnah, provokator, atau penghasut yang membuat resah masyarakat. Kami hanya berdoa, ya Tuhan, kami mohon jika memang bencana-demi bencana sudah merupakan keharusan garis takdirMu, kami mohon agar supaya masyarakat di sini (Bengkulu) tetap dijaga, diberi keselamatan dan kesejahteraan lahir batin. Dan ada apa gerangan bahaya dari dalam bumi, atau dari dalam laut ? Sebuah teka-teki yg membutuhkan tindak lanjut untuk menjawabnya.

No comments:

Post a Comment